MAKALAH KEBUDAYAAN DAERAH KALIMANTAN BARAT
“Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ilmu Budaya Dasar”
DISUSUN
OLEH :
Inka
Riesty Gunadi
13115384
1KA08
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dengan
perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia
sebagai salah satu negara dengan berbagai macam suku bangsa. Kualitas hidup
suku bangsa yang berbeda
beda, memungkinkan kita berpikir kritis, kreatif, dan produktif. Sesuai dengan
judul makalah ini,terkait dengan keanekaragaman kebudayaan yang terdapat di
daerah saya baik ditinjau dari segi lokasi, kebudayaan, norma norma serta nilai
nilai yang dianut oleh masyarakat tersebut.Ilmu pengetahuan dan teknologi
selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai perkembangan jaman. Maka saya mengangkat budaya Kalimantan
Barat khususnya suku Dayak Kendayan.
B.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1.
Menumbuhkan rasa
cinta terhadap budaya daerah kita
2.
Mengetahui Kebudayaan
daerah
3.
Mempelajari
Kebudayaan daerah
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah - masalah yang dirumuskan sebagai
berikut :
1.
Bagaimana
tradisi pernikahan adat didaerah Kalimantan Barat
2. Apa saja Asal-usul pernikahan adat didaerah Kalimantan Barat
3. Siapa saja pemimpin dan peserta upacara adat
BAB II
ISI
Secara
umum, adat perkawinan orang Melayu Dayak Kendayan dimulai
dengan pinangan dan diakhiri dengan membongkar tengkalang (barang
bawaan). Adat perkawinan suku Dayak Kendayan melarang perkawinan dua
orang yang masih terikat keluarga.
1. Asal-usul
Suku
Dayak Kendayan atau Kenayan tinggal berkelompok di pedalaman Kalimantan Barat.
Hingga kini, suku ini masih berusaha melestarikan tradisi leluhur, salah
satunya adalah adat perkawinan. Perkawinan bagi orang Kendayan merupakan
masalah yang melibatkan kerabat dan keluarga. Artinya, menyangkut urusan
seluruh waris kedua belah pihak. Jika tidak ditemui kata sepakat, maka
perkawinan belum dapat dilaksanakan (JJ Kusni, 2001).
Secara
umum, adat perkawinan orang Dayak Kendayan dimulai dengan pinangan dan diakhiri
dengan membongkar tengkalang (seserahan). Lebih dari itu, terdapat beragam
ritual yang harus dijalankan. Adat perkawinan suku Kendayan melarang perkawinan
2 orang yang masih terikat keluarga. Namun, beberapa orang terkadang rela
melanggar aturan dengan membayar denda sebagai tebusan atas pelanggaran mereka
(JU Lontaan, 1975).
2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Upacara
adat perkawinan orang Dayak Kendayan biasanya digelar dari pagi hingga malam
hari, bahkan hingga ke esok harinya lagi. Pelaksanaan upacara dipusatkan di
rumah pengantin perempuan. Meskipun demikian, di rumah pengantin laki-laki
biasanya juga digelar upacara sederhana bersama kerabat.
3. Pemimpin dan Peserta Upacara
Upacara
adat perkawinan Dayak Kendayan dipimpin seorang yang disebut patone,
yakni perantara yang dipilih dan diutus oleh waris pihak laki-laki untuk
mendatangi calon mempelai perempuan. Patone bertanggung jawab terhadap
segala kelancaran upacara perkawinan, baik urusan pesta maupun urusan rumah
rumah tangga.
4. Peralatan dan Bahan
Peralatan
dan bahan upacara perkawinan adat Dayak Kendayan tergantung pada model
perkawinan yang akan digelar. Akan tetapi, umumnya peralatan dan bahan yang
diperlukan adalah sebagai berikut:
·
Kue tumpik (curu)
·
Babi
·
Ayam
·
Nasi pulut
·
Uang logam
·
Pakaian laki-laki sehari-hari
·
Kain tenun
5. Proses Pelaksanaan
Secara
umum, proses pelaksanaan upacara adat perkawinan Dayak Kendayan meliputi
3 tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan penutup.
a. Persiapan
Pada
tahap ini, semua orang yang akan berpartisipasi dalam upacara ini bersama-sama
menyiapkan segala hal yang berhubungan dengan proses perkawinan yang akan
dilakukan. Mulai dari perlengkapan hingga kebutuhan adat.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan
upacara adat perkawinan Dayak Kendayan digelar dalam beberapa tahap, antara
lain tunang, balawang karamigi, bisik gumi, pasamean, dan prabut
pelaminan. Berikut adalah pelaksanaan selengkapnya :
1. Tunang
Pada tahap ini, orangtua mempelai laki-laki meminta kepada
orangtua perempuan untuk meminang anaknya. Pada umumnya, lamaran ini akan
diterima. Saat ini, sistem tunangan ini masih dilakukan meskipun sebenarnya
antara kedua calon sudah saling mengenal dan bersepakat untuk menikah. Dalam
konteks ini, tunang dilakukan untuk menghormati adat.
2.Bisik Gumii
Tahap ini adalah tahap di mana orangtua laki-laki memanggil
segala warisnya yang terdiri dari 2 saudara pihak bapak dan ibu (4 waris),
untuk berunding. Hal yang dirundingkan adalah menyelidiki apakah calon menantu
perempuan yang dipilih masih terikat keluarga atau tidak, dan untuk mengetahui
apakah calon menantu perempuan itu cocok dijadikan istri. Setelah calon
mempelai perempuan yang dimaksud telah disetujui, maka 4 waris kemudian memilih
seorang patone.
Hal yang sama juga dilakukan oleh keluarga mempelai perempuan.
Pihak perempuan harus mengadakan penelusuran tentang 3 hal, yaitu apakah ia
masih terikat keluarga sehingga harus mengeluarkan adat pangaras, jika
ada ikatan keluarga tapi jauh ia harus membayar adat pari basah, dan
jika terdapat ikatan keluarga dekat ia harus membayar adat pangarumpang.
3.Balawang Karamigi
Kurang lebih 3 hari setelah perundingan, patone
datang ke rumah mempelai perempuan untuk bertemu dengan bapak sang gadis. Patone
akan bertanya dengan kata-kata ungkapan yang akan dijawab oleh tuan rumah.
Jawaban dari tuan rumah inilah yang menentukan apakah lamaran itu diterima atau
4.Pasamean
Setelah itu, tuan rumah akan menggelar adat bakomo mantah,
yaitu membuat tambul, tumpik, nasi pulut, dan menyembelih seeokor ayam. Semua
bahan itu akan dimasak, lalu dimakan bersama. Setelah persetujuan ini, pihak
perempuan biasanya akan mengirimkan sebentuk cincin kepada calon mempelai
laki-laki. Pada saat itu, mereka akan menentukan hari perkawinan. Saat
mengirimkan cincin, biasanya akan diucapkan matamuan asap bontong (kedua
pihak telah mempersatukan asap dapurnya). Pihak mempelai laki-laki biasanya
akan mengirimkan benda-benda kuno sebagai pertanda ikatan.
5.Prabut Pelaminan
Setelah kedua belah pihak setuju, patone akan
mendatangi keluarga kedua mempelai untuk menanyakan kelengkapan segala
persyaratan. Jika sudah lengkap, patone akan bertanya perkawinan akan
digelar dengan cara apa, begawe jambu Jawa (kedua belah pihak orang kaya
dengan pesta besar), begawe mokongi (keduanya keluarga sederhana), atau begawe
ngalalak copak (kedua keluarga amat sederhana). Jika sudah memilih salah
satu, perkawinan akan segera digelar.
6.Mengantar Pengantin Laki-laki
Rombongan pengantin laki-laki dipimpin oleh patone
pergi ke rumah mempelai perempuan dengan diiringi oleh para pemuda yang
dipilih. Mereka membawa makanan dan atong (kotak) yang berisi uang
logam, ayam yang telah direbus, dan pakaian laki-laki sehari-hari. Barang yang
ada di dalam atong menjadi alamat atau pertanda bagi calon mempelai
perempuan. Jika berisi kain belacu, berarti calon suami meminta calon istri
untuk membantunya menjadi tani. Namun, jika berisi kain-kain mewah seperti
batik, maka itu pertanda kalau sang istri tidak perlu susah-susah membantu
mengerjakan sawah.
7.Menyambut Rombongan Pengantin Laki-laki
Rombongan pengantin perempuan akan menyambut dengan
menebarkan beras kuning. Setelah itu, seseorang dari pihak perempuan
menyerahkan beras banyu sepinggan ke patone. Lalu patone
menerimanya dan mencelupkan tangannya ke dalam beras tersebut serta mengusapkan
tangannya ke dahi pengantin laki-laki sebagai tanda ia telah membersihkan
segala kekotoran selama perjalanan. Setelah itu, seorang gadis datang membawa setekoh
air putih dan menuangkannya ke kaki pengantin laki-laki. Kedua pengantin lalu
masuk ke rumah dan duduk di serambi diikuti rombongan. Saat mereka duduk,
datanglah seorang gadis membawa sepiring beras pulut, beras biasa, seperangkat
sirih, beras banyu, dan seekor ayam yang lalu dikipas-kipaskan sebagai
simbol membuang sial selama perjalanan pengantin laki-laki.
Sesudah acara makan malam, pengantin perempuan
duduk di balik kelambu di dalam kamar. Kemudian patone mendekati
kamar diikuti pengantin laki-laki. Di depan kamar, patone berdiri sambil
memikul tikar dan membungkus sebilah tombak, sedangkan pengantin laki-laki
memikul atong. Patone lalu mengetuk pintu sambil mengucap mantonk
katingek. Mendengar suara ketukan, pengantin
8.Pengantin Tama atau
Nyangahan Nabare Rasi
perempuan membuka pintu lalu patone dan pengantin
laki-laki masuk. Setelah itu, kedua pengantin duduk bersandingan dan patone
memberikan nasi pulut kepada kedua pengantin dengan posisi tangan bersilang.
Seusai acara ini, kedua pengantin dipersilahkan tidur.
Mandi di Sungai
Keesokan paginya, kedua pengantin pergi ke sungai untuk
mandi sambil membawa bara api dari dapur. Sesampai di sungai, mereka akan duduk
di tepi sungai lalu berdoa sambil memegang bara api yang kemudian dicelupkan ke
sungai. Tindakan ini merupakan simbol agar Jubata (Tuhan) memadamkan
bencana yang akan mengancam mereka seperti padamnya bara api tersebut.
c. Penutup
Acara
ditutup dengan ngama tingkalang yakni membongkar tingkalang oleh
ahli waris. Setelah itu, semua rombongan akan pulang dan pengantin perempuan
pulang ke rumah pengantin laki-laki. Setelah semua pulang, upacara adat ini
dianggap selesai.
6. Doa-doa
Dalam
upacara perkawinan adat ini terdapat doa-doa yang dilantunkan, antara
lain:
a.
Doa permohonan kepada Jubata
agar kedua mempelai diberikan keturunan yang baik dan dilimpahi rejeki.
b.
Doa permohonan agar kedua mempelai
beserta keluarganya dijauhkan dari bencana.
7. Pantangan dan Larangan
Setelah
pengantin perempuan diboyong ke rumah pengantin laki-laki, keduanya dilarang
menerima tamu dan tidak diizinkan bepergian selama 3 hari. Jika dilanggar, maka
keduanya akan terkena sangsi adat.
8. Nilai-nilai
Upacara
adat perkawinan orang Dayak Kendayan memiliki nilai-nilai dalam dalam
kehidupan, antara lain:
a.
Pelestarian tradisi. Upacara adat
perkawinan ini adalah ajaran leluhur. Oleh karena itu, mempraktekkan
ajaran ini secara tidak langsung merupakan salah satu upaya dalam melestarikan
tradisi leluhur.
b.
Melanjutkan sejarah suku. Salah satu
tujuan perkawinan adalah mencetak generasi penerus. Dengan generasi yang terus
berlanjut, maka sejarah dan kebudayaan bangsa tersebut akan bertahan dan
berkembang.
c.
Pelestarian sastra tradisional.
Nilai ini terlihat dari ungkapan-ungkapan sindiran yang diucapkan saat
pertunangan.
d.
Mempererat dan memperluas hubungan
keluarga. Nilai ini tercermin dari tujuan perkawinan itu sendiri, yakni
menyatukan kedua belah keluarga menjadi satu keluarga besar.
e.Memperbanyak jumlah anggota suku.
Dengan perkawinan, jumlah keluarga akan bertambah, begitu juga dengan jumlah
anggota suku.
9. Penutup
Adanya
upacara adat perkawinan ini membuktikan bahwa kehidupan orang Dayak Kendayan
sudah memiliki struktur kehidupan yang cukup teratur. Hal ini menegaskan betapa
kayanya adat dan tradisi orang Dayak Kendayan.
(Yusuf
Efendi/Bdy/77/07-2011)
DAFTAR PUSAKA
J.U
Lontaan, 1975. Sejarah-hukum adat dan adat istiadat Kalimantan Barat. Jakarta:
Bumirestu
JJ Kusni, 2001. Negara Etnik: Beberapa Gagasan Pemberdayaan Suku Dayak. Yogyakarta: Forum Studi Perubahan dan Peradaban (FusPAD).
JJ Kusni, 2001. Negara Etnik: Beberapa Gagasan Pemberdayaan Suku Dayak. Yogyakarta: Forum Studi Perubahan dan Peradaban (FusPAD).
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2734/upacara-perkawinan-adat-dayak-kendayan-kalimantan-barat
http://id.wikipedia.org