Minggu, 15 November 2015

Ilmu Pengetahuan,Teknologi dan Kemiskinan

Mind Maps


Judul  "Ilmu  Pengetahuan, Teknologi, dan  Kemiskinan" memberi petunjuk adanya  sesuatu yang inheren, mungkin permasalahannya ialah adanya kontinuitas  dan  perubahan,harmoni at au  disharmoni.Tidak mustahil ketiga  masalah ini  akan  melihat masa lampau  atau masa  depan  yang  penuh  dengan ketidakpastian, dan dapat  melibatkan    perdebatan  semantika.

"Ilmu  Pengetahuan" lazim  digunakan   dalam  pengertian   sehari-hari, terdiri dari dua kata,   "ilmu"dan "pengetahuan", yang masing-masing     mempunyai identitas sendiri-sendiri. Dalam    membicarakan "pengetahuan" saja akan menghadapi berbagai masalah, seperti kemampuan indera dalam memahami fakta pengalaman dan dunia realitas, hakikat pengetahuan, kebenaran, kebaikan,membentuk    pengetahuan, sumber pengetahuan, dsb.Kesemuanya telah lama dipersoalkan oleh para ahli filsafat seperti   Socrates, Plato, dan Aristoteles, di mana  teori  pengetahuan merupakan cabang atau  sistem  filsafat. Oleh  J.P.  Farrier, dalam   Institutes  of  metaphisics    (1854),   pemikiran   tentang teori  pengetahuan    itu disebut   "epistemologi"    (epistem   = pengetahuan,    logos= pembicaraan ilmu).

Keperluan   sekarang   adalah  pengetahuan    ilmiah  yang  harus  ditingkatkan karena  pengetahuan,     perbuatan, ilmu, dan etika   makin    saling   bertautan. Berulang    kali   harus   diambil    keputusan    dalam   menerapkan  secara praktis pengetahuan ilmiah.    Semuanya    itu   memperlihatkan suatu   perpaduan    dari pertimbangan    moral  ilmiah. Semuanya   itu  memperlihatkan     suatu  perpaduan dari pertimbangan     moral   ilmiah Dalam   hal  ini  dipertanyakan     bagaimana mengkaji    kemampuan     manusia    mengembangkan      ilmu   pengetahuan     guna memanfaatkan    sumber  daya  alam,  dan  bagaimana   memanfaatkan    sumber  daya untuk   membasmi    kemiskinan.

Teknologi      dalam    penerapannya        sebagai     jalur     utama    yang    dapat menyongsong     masa   depan   cerah kepercayaannya     sudah   mendalam.    Sikap demikian   adalah  wajar,  asalkan  tetap  dalam  konteks  penglihatan   yang  rasional. Sebab    teknologi,     selain    mempermudah      kehidupan     manusia,    mempunyai dampak  sosial  yang  sering  lebih  penting   artinya  daripada   kehebatan   teknologi itu  sendiri.

1.   ILMU PENGETAHUAN

Di kalangan ilmuwan ada keseragaman  pendapatbahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis,  empiris, umum, dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana  karena  bermacam-macam  pandangan  dan teori  (epistemologi),  di antaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi. Menurut Decartes ilmu pengetahuan  merupakan  serba budi; oleh Bacon  dan David  Home  diartikan sebagai pengalaman  i_nderadan batin; menurut Immanuel   Kant  pengetahuan merupakan      persatuan      antara    budi    danpengalaman;        dan   teori   Phyroo mengatakan,  bahwa tidak ada kepastian  dalarna pengetahuan.  Dari berbagai macam   pandangan     tentang    pengetahuan     diperoleh     sumber-sumber pengetahuan  berupa ide, kenyataan, kegiatan akal-budi, pengalaman,  sintesis budi, atau meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang  pasti.

Untuk membuktikan  apakah isi pengetahuan  itu benar, perlu berpangkal pada teori-teori  kebenaran  pengetahuan.  Teori pertama bertitik tolak adanya hubungan dalil, di mana pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil (proposisi) yang terdahulu. Kedua, pengetahuan itu benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan. Teori ketiga menyatakan,  bahwa pengetahuan  itu benar apabila  mempunyai  konsekuensi praktis  dalam diri yang mempunyai  pengetahuan  itu.

Banyaknya  teori dan pendapat  tentang pengetahuan   dan kebenaran mengakibatkan  suatu definisi  ilmu pengetahuan  akan mengalami  kesulitan. Sebab, membuat suatu definisi dari definisi ilmu pengetahuan yang dikalangan ilmuwan sendiri sudah ada keseragaman  pendapat, hanya akan terperangkap dalam tautologis (pengulangan tanpa membuat kejelasan) dan pleonasme atau mubazir  saja.

Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakaan bahan dalam penelitian,  meliputi objek material sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian  bulat  dan utuh,  serta  objek  formal,  yaitu  sudut  pandangan  yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian. Langkah-langkah dalam  memperoleh  ilmu  dan objek  ilmu  meliputi  rangkaian  kegiatan  dan tindakan.  Dimulai dengan pengamatan,   yaitu suatu kegiatan  yang diarahkan kepadafakta  yang mendukung  apa yang dipikirkan untuk sistemasi, kemudian menggolong-golongkan   dan  membuktikan   dengan  cara  berpikir   analitis, sintesis,  induktif dan deduktif'.  Yang  terakhir  ialah  pengujian  kesimpulan dengan menghadapkan  fakta-fakta  sebagai upaya mencari berbagai  hal yang merupakan  pengingkaran.

2.   TEKNOLOGI

Dalam  konsep  yang  pragmatis   dengan  kemungkinan   berlaku   secara akademis dapatlah dikatakan, bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge), dan teknologi  sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung  pengertian berhubungan dengan proses produksi; menyangkutcara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal,  tenaga kerja dan keterampilan  dikombinasikan  untuk merealisasi tujuan produksi. "Secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis,  tetapi secara luas juga  meliputi teknologi  sosial, terutama teknologi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah metode sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani." (Eugene  Staley,  1970).

Dari   batasan   di  atas  jelas,   bahwa   teknologi    social   pembangunan memerlukan    semua   science   dan  teknologi   untuk   dipertemukan    dalam menunjang tujuan-tujuan pembangunan, misalnya perencanaan dan programing pembangunan,     organisasi    pemerintah    dan   administrasi    negara   untuk pembangunan  sumber-sumber  insani (tenaga kerja, pendidikan  dan latihan), dan teknik pembangunan khusus dalam sektor-sektor seperti pertanian, industri, dan kesehatan.

Teknologi  memperlihatkan  fenomenanya  dalam masyarakat  sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul "The Tech­ nological Society" (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun arti atau maksudnya sarna. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas motode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan  tingkat  perkembangan)  dalam  setiap bidang  aktivitas manusia. Batasan ini bukan bentuk teoritis, melainkan perolehan dari aktivitas masing­ masing dan observasi fakta dari  apa yang disebut  manusia  modern dengan perlengkapan  tekniknya.  Jadi  teknik  menurut  Ellul  adalah  berbagai  usaha, metode  dan  cars  untuk  memperoleh  hasil  yang  sudah  distandardisasi   dan diperhitungkan  sebelumnya.

Fenomena  teknik  pada masyarakat  kini,  menurut  Sastrapratedja  (1980)
memiliki  ciri-ciri  sebagai berikut  :

a.   Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan  dengan perhitungan  rasional.

b.  Artifisialitas,     artinya   selalu   membuat   sesuatu   yang   buatan   tidak alamiah.
c.   Otomatisme,       artinya     dalam    hal   metode,     organisasi      dan   rumusan dilaksankaan    serba   otomatis.     Demikian     pula   dengan    teknik    mampu mengelimkinasikan    kegiatan   non-teknis    menjadi   kegiatan   teknis.
d.     Teknis   berkembang    pada   suatu  kebudayaan.
e.       Monisme,    artinya   semua   teknik   bersatu,   saling   berinteraksi    dan  saling bergantung.
f.       Universalisme,     artinya   teknik   melampaui    batas-batas    kebudayaan     dan ediologi,   bahkan   dapat   menguasai    kebudayaan.
g.    Otonomi,   artinya   teknik   berkembang menu rut  prinsip-prinsip sendiri.

3.   ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI

Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penerapan  ilmu pengetahuan  khususnya  teknologi  sering kurang memperhatikan  masalah  nilai, moral atau segi-segi  manusiawinya.  Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya  itu sendiri, dalam menentukan  pilihan  antara  orientasi  produksi  dengan  motif  ekonomi  yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang  harus dibayar  lebih mahal.

Masalah nilai kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut   perdebatan   sengit  dalam  menduduk  perkarakan   nilai  dalam kaitannya   dengan   ilmu  dan  teknologi.   Sehingga   kecenderungan    sekarang   ada dua pemikiran   yaitu  : yang  menyatakan   ilmu  bebas  nilai  dan  yang  menyatakan ilmu   tidak   bebas   nilai.   Sebenarnya    yang   penting    dalam   permasalahan     itu dapat  dinyatakan.   Sikap  lain  terhadap   permasalahan    ini ada  yang  menyatakan kita  tidak  perlu  mengaitkan   an tara  ilmu  dan  nilai.  Pendapat   yang  terakhir   ini, kurang  dapat  dipertanggungjawabkan,  mengingat nilai  atau  moral  merupakan hal  yang  mendasar   dalam  kehidupan   manusia dan  kita  sudah  merasakan   dan melihat   akibat   tidak   terkaitnya    nilai   atau   moral   dengan   ilmu   pengetahuan atau  teknologi.

Ilmu   dapatlah    dipandang    sebagai   produk sebagai   proses,   dan  sebagai paradigma   etika  (Jujun  S. Suriasumantri,    1984). Ilmu dipandang   sebagai  proses karena   ilmu  merupakan    hasil  dari kegiatan    sosial,   yang  berusaha   memahami alam,  manusia   dan  perilakunya    baik  secara   individu   atau  kelompok.

Apa   yang   dihasilkan      oleh   ilmu   pengetahuan      seperti    sekarang     ini, merupakan   hasil  penalaran   (rasio)  secara  objektif.   Ilmu  sebagai  produk  artinya ilmu  diperoleh   dari  hasil  metode   keilmuwan    yang  diakui   secara   umum   dan universal   sifatnya Oleh  karena   itu  ilmu  dapat  diuji  kebenarannya,    sehingga tidak  mustahil   suatu  teori  yang  sudah  mapan   suatu  saat  dapat  ditumbangkan oleh  teori   lain.  Ilmu   sebagai   ilmu karena   ilmu   selain   universal,    komunal juga   alat   menyakinkan     sekaligus    dapat   skeptis,    tidak   begitu    saja   mudah menerima   kebenaran.

Istilah   ilmu   di  atas,   berbeda   dengan   istilah   pengetahuan.     Ilmu   adalah diperoleh  melalui  kegiatan  metode  ilmiah  atau epistemologi.   Jadi,  epistemologi merupakan   pembahasan    bagaimana   mendapatkan    pengetahuan.    Epistemologi ilmu  terjamin   dalam  kegiatan   metode   ilmiah.   Metode   ilmiah  adalah  kegiatan menyusun   tubuh  pengetahuan   yang  bersifat  logis,  penjabaran   hipotesis   dengan deduksi   dan  verifikasi    atau  menguji   kebenarannya     secara   faktual Sehingga kegiatannnya      disingkat     menjadi    logis-hipotesis-verifikasi          atau   deduksi­ hipotesis-verifikasi.      Sedangkan   pengetahuan    adalah  pikiran   atau  pemahaman di  luar  atau  tanpa  kegiatan   met ode  ilmiah,   sifatnya   dapat  dogmatis,    banyak spekulasi   dan  tidak   berpijak   pada   kenyataan    smpiris.    Sumber   pengetahuan dapat  berupa   hasil  pengalaman    berdasarkan    akal  sehat  (common   sense)  yang disertai  mencoba-coba,    intuisi  (pengetahuan    yang  diperoleh   tanpa  penbalaran) dan  wahyu  (merupaklan    pengetahuan    yang  diberikan   Tuhan  kepada  para  nabi atau  utusannya).

  Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki  tiga komponen  penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu:ontologis,   epistemologis dan  aksiologis. Epistemologis  seperti  diuraikan   di muka,  hanyalah   merupakan   cara  bagaimana materi     pengetahuan diperole dan disusun menjadi tubuh pengetahuan. Ontologis dapat diartikan hakikat apa  yan dikaj oleh   pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang   menjadi     objek    penelaahannya.        Ata dengan kata  lain  ontologis    merupakan     objek   forma dari  suatu   pengetahuan.      Komponen Aksiologis      adalah    asas   menggunakan       ilm pengetahuan      ata fungsi    dari   ilmu pengetahuan.      Ketiga   komponen     ontologis,    epistemologis      dan  aksiologis    tersebut erat   kaitannya      dengan    nila ata nila moral.
      Komponen      ontologis      kegiatannnya       adalah    menafsirkan       hikayat     realitas yan ada,   sebagaimana      adanya    (das   sein),   melalui    desuksi-desuksi  yan dapat diuji    secara     fisik Artinya     ilmu    harus    be bas   dari    nilai-nilai      yang    sifatnya dogmatik.     Ilmu  menurut    pendekatan     ontologis    adala pembebas    dogma-dogma. Hal   ini   dibuktikan       oleh    kasus    Galileo     (1564-1642)       yang    menolak      dogma agama     yang     menyaakan        "matahari berputar  mengelilingi bumi". sebab pernyataan        tersebut    tidak     sesuai      dengan      hakikat      yang     ada    atau     fakta sebagaimana         ditemukan        Copernicus        (1473-1543)         bahwa     bumilah       yang mengelilingi       matahari.     Sifat-sifat      dogmatik     inilah    yan harus    dijauhi    dalam argumentasi       ilmiah.    Jalan    pikiran     kita   sampai    kepada    ilmu   pengetahuan       itu sebagai     ala untuk    mewujudkan       tujuan-tujuan       yang    mencerminkan        harapan (das    sollen)     dengan    jalan     mempelajari       sebagaimana       adanya     (das    sein).    Di sinilah,    leta kaitannya    ilmu  dengan    mora atau  nilai  dari  pendekatan     ontologis.

Komponen      epistemologis        berkaitan      dengan     nilai    at a moral    pada    saat proses    logis-hipotesis-verifikasi.             Sikap    moral    implisit     pada    proses    tersebut. Asas   mora yan terkait    secara    ekplisit    yaitu   kegiatan     ilmiah    haru ditujukan kepada    pencarian      kebenaran      dengan    jujur    tanpa    mendahulukan        kepentingan kekuatan     argumentasi       pribadi.

Komponen      aksiologis      artinya     lebih    lengket    dengan     nila ata moral.    di mana    ilmu   harus    digunakan      da dimanfaatkan       demi    kemaslahatan       manusia. I1mu   adalah     bukan     tujuan     tetapi     sebagai      alat    atau    sarana     dalam     rangka meningkatkan      tara hidup   manusia,    dengan    memperhatikan       dan  mengutamakan kodrat    da martabat     manusia     serta    menjaga     kelestarian      lingkungan      alamo

Uraian    kaitan    ilm dengan    nila di  atas,   memperlihatkan        bahwa    ilmu   itu tida bebas    nilai.    Adapun     ilmu   yan bebas    nilai,    maksudnya      suatu    tuntutan yang    ditujukan       kepada      semua     kegiatan       ilmiah     atas    dasar     hakikat      ilmu pengetahuan      itu  sendiri    (Melsen,      1985) Permasalahan       ini  kompleks,      mereka yang    mendukung      be bas   nila didasarkan      ata nilai   khusus    yan diwujudkan ilmu    pengetahuan.         Asumsi     mereka     bahwa     kebenaran      itu   dijunjung      tinggi sebagai       nilai,      sehingga        kebenaran         itu    dikejar       secara      murni      dengan mengorbankan       nilai-nilai      lain   seperti    menyangkut      segi-segi     kemanusiaan.

Pembicaraan      selanjutnya     adalah    kaitan    teknologi     dan   nilai.    Namun sebelumnya,    perlu  menelusuri   kaitan  ilmu  dan  teknologi   sebelum   memahami kaitan   teknologi   dan  nilai.  Seperti   kita  maklumi,   selain  ilmu  dasar  ada juga ilmu  terapan.  Tujuan  ilmu  terapan   ini adalah  untuk  membantu   manusia   dalam memecahkan    masalah-rnasalah     praktis,    sekaligus    memenuhi    kebutuhannya. Tentu     saja    ilmu    terapan     ini   banyak     alternatif-alternatif            dan    perlu dialihragamkan    (transformasikan)     menjadi   bahan,  atau peranti at au prosedur, atau teknik  pelaksanaan   suatu  proses  pengolahan   menjadi  mudah  dimanfaatkan manusia   dan  melaksanakan    produksi   massal.   Tindak   lanjut  dan  hasil  seperti demikian    (hasil   kegiatan    ilmu  terapan)   inilah   yang   disebut   teknologi.    Apa pun   arah   dan   kepada    siapa   diterapkannya      teknologi,     bergantung     dari   si penguasa   teknologi   dan  nilai  atau  moral  yang  dimilikinya.

4. KEMISKINAN

Kemiskinan  lazimnya  dilukiskan  sebagai kurangnya  pendapatan  untuk memenuhi    kebutuhan    hidup   yang   pokok dikatakan    berada   di  bawah   garis kemiskinan   apabila  pendapatan   tidak  cukup  untuk  memenuhi   kebutuhan   hidup yang  paling  pokok  seperti  pangan,  pakaian tempat  berteduh,   dll.  

Kemiskinan    merupakan    tema   sentral   dari   perjuangan    bangsa sebagai inspirasi   dasar  dan  perjuangan    akan  kemerdekaan    bangsa,   dan  motivas fun­ damental   dari  cita-cita   menciptakan    masyarakat    adil  dan  makmur.

Gari kemiskinan,    yang   menentukan    bata minimum    pendapatan    yang diperlukan   untuk  memenuhi   kebutuhan   pokok,  bisa  dipengaruhi    oleh  tiga  hal:

(1)    persepsi    manusia   terhadap    kebutuhan    pokok   yang   diperlukan,    (2) posisi  manusia   dalam  lingkungan   sekitar,  dan  (3) kebutuhan   objektif   manusia untuk   bisa  hidup  secara   manusiawi.

Kesemuanya    dapat   tersimpul    dalam   barang   dan  jasa   dan   tertuangkan dalam   nilai  uang  sebagai   patokan   bagi  penetapa pendapatan    minimal   yang diperlukan,     sehingga    garis   kemiskinan    ditentukanoleh     tingkat   pendapatan minimal   (versi  Bank  Dunia  di kota  75 dolar  AS,  dan  di desa  50 dollar  AS per jiwa    setahun,     1973).  Menurut    Prof.   Sayogya    (1969),   garis   kemiskinan dinyatakan    dalam   rp/tahun,    ekuivalen    dengan    nilai   tukar   beras   (kg/orang/ bulan yaitu   untuk   des 320 kg/orang/tahun     dan  untuk   kota  480 kg/orang/ tahun).

Atas dasar  ukuran  ini maka  mereka  yang  hidup  di bawah  garis  kemiskinan memiliki   ciri-ciri   sebagai   berikut   :

a.     tidak  memiliki  faktor  produksi   sendiri  seperti   tanah,  modal,  keterampilan, dsb.;

b.  tidak   memiliki   kemungkinan    untuk  memperoleh     asset  produksi   dengan kekuatan    sendiri.   seperti    untuk   memperoleh    tanah   garapan   atau  modal usaha:

c.   tingkat   pendidikan    mereka   rendah,   tidak   sampai     tamat   sekolah    dasar karen harus   membantu   orang    tua  mencari   tambahan   penghasilan;

d.    kebanyakan     tinggal    di  desa   sebagai    pekerja     bebas   self   employed), berusaha   apa  saja;

e.   banyak    yang    hidup    di   kota   berusia     muda,    dan   tidak    mempunyai keterampilan.

Kemiskinan   menurut  orang  lapangan  (umum)  dapat  dikategorikan   kedalam tiga unsur:  (1)  kemiskinan   yang  disebabkan   handicap  badaniah  ataupun  mental seseorang,     (2)   kemiskinan     yang   disebabkan     oleh   bencana    alam,   dan   (3) kemiskinan    buatan.   Yang  relevan   dalam   hal  ini  adalah   kemiskinan    buatan, buatan   manusia    terhadap    manusia    pula   yang   disebut    dengan    kemiskinan struktural.ltulah    kemiskinan   yang timbul  oleh dan dari struktur-struktur    (buatan manusia) baik  struktur   ekonomi,   politik sosial,   maupun   kultur.