Sabtu, 10 Oktober 2015

Pemuda Dan Sosialisasi

Mind Map

1. INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI

Sebelum membicarakan internalisasi belajar dan spesialisasi, baiklah kami kutip sebuah artikel yang dimuat pada barium Kompas, hari Senin, tanggal I I Februari 1985, sebagai berikut :
Seminar Tentang Remaja
ANOMI DI KALANGAN REMAJA AKIBAT KEKABURAN NORMA,
Jakarta Rumpus.
Masa remaja adalah masa transisi dan secara psikologis sangat problematis, masa ini memungkinkan mereka berada dalam anomi (keadaan tanpa norma atau hokum, Red) akibat kontradiksi normal maupun orientasi mendua. Dalam keadaan demikian. seringkali muncul perilaku menyimpang atau kecenderungan melakukan pelanggaran. Kondisi ini juga memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa.
Demikian rangkuman pembicaraan Dekan FISIP-UI Dr. Manasse Malo, Ketua Jurusan Psikologi Sosia!-UI Drs. Enoch Markum dan Star Pengajar Jurusan Komunikasi Massa Drs. Zulkarimen Nasution M.Sc. dalam seminar " Remaja dalam Prospek Perubahan Sosial" di Gedung Sarwahita Komplek Ul Rawamangun, hari Sabin. Seminar satu hari itu diadakan dalam rangka Dies Natalis Universitas Indonesia ke-36.
Anomi, menurut Enoch Markum. muncul akibat keanekaragaman dan kekaburan norma. Misalnya nomla A yang ditanamkan dalam keluarga, sangat bertentangan dengan norma B yang ia saksikan di luar lingkungan keluarga.
Masyarakat, yang diharapkan mampu memberi jawaban. juga berada dalam keadaan transisi, sehingga tidak mampu memberikan apa yang diinginkan remaja.
" Dalam keadaan bingung inilah mereka berusaha mencari pegangan norma lain yang bisa mengisi kekosongan tersebut. Dan inilah kesempatan yang memberi peluang pada penyimpangan dan pelanggaran akibat keaslahan pegangan" , ujar Enoch Markum.

ORIENTASI MENDUA
Sedangkan mengenai orientasi mendua. menurut Dr. Male, adalah orientasi yang bertumpu pada harapan orang tua, masyarakat dan bangsa yang sering bertenangan dengan keterikatan serta loyalitas terhadap peer (teman sebaya), apakah itu di lingkungan belajar (sekolah) atau di luar sekolah. 
Sementara itu Znlkarimen Nasution mengutip pendapat ahli komunikasi J. Rapper dalam bukunya The Effect of Mass Communication mengatakan kondisi bimbang yang dialami para remaja menyababkan mereka melahap semua isi informasi tanpa seleksi.
Dengan demikian, mereka adalah kelompok potensial yang mudah dipengaruhi mediamassa, apapun bentuknya.
Seminar juga menampilkan Dra. Purnianti Mangunsong, Arif Gosita SH dan Suwarniayati Sartomo, Star Pengajar Jurusan Kriminologi, Dra. Louise E. Coldenhoff, Kakanwil Depdukbud DRI Jakarta serta Suwantji Sisworahardjo SH, MDS, Star Pengajar Jurusan Kesejahteraan Sosial FISIP-UI.
Keadaan bimbang akibat orientasi mendua, menurut Dr. malo juga menyebabkan remaja nekad melakukan tindak bunuh diri. Dengan mengutip basil penelitian Dr. Prayitnomengenai Percobaan Bunuh Diridi Jakartadalam hubungannya dengan diagnosis psikiatris dan faktor sosial kultural terhadap
1337 kasus percobaan bunuh diri di 13 RSU Jakarta 1982/1983, diketahui bahwa 5,6 persen remaja mencoba bunuh diri dalam kurun waktu tersebut. Dan bila dijumlahkan dengan kategori 16-20 tahun jumlahnya menjadi 40 persen. " Hal ini antara lain akibat dari pertentangan nilai antara peer group
dengan pola asuh dan metode pendidikan" , tambah Dr. malo.
Untuk mengatasi hal ini. Dr. Malo mengemukakan beberapa alternatif. Jalan ke luar yang diambil harus memperhitungkan peranan peer group. Pro­gram pendidikan yang melawan arus nilai peer, besar kemungkinannya tidak berhasil. Penggunaan waktu luang remaja juga diperhatikan, untuk menanggulangi masalah tersebut.
Sementara Enoch Markum berpendapat, agar orang dewasa tidak selalu menganggap setiap youth culture adalah counter culture. Remaja harus diberi kesempatan berkembang dan berargumentasi. " Tidak semua yang termasuk dalam youth culture jelek" , tambahnya.
Enoch Markum juga melihat perbedaan yang berarti, antara remaja dulu dan  sekarang. Ini disebabkan munculnya fungsi-fungsi ham dalam masyarakat yang dulu tidak ada. " Banyaknya pilihan juga menyebabkan kian kompleksnya masalah" sambungnya lagi.
la hanya menawarkan dua alternatif pemecahan masalah. Pertama mengaktifkan kembali fungsi keluarga, dan kembali pada pendidikan agama Karena hanya agama yang bisa memberikan pegangan yang mantap. Kedua, menegakkan hukum akan berpengaruh besar bagi remaja dalam proses pengukuhan identitas dirinya.



PERAN MEDIA MASSA
Menurut Zulkarimen Nasution, dewasa ini tersedia banyak pilihan isi informasi.
Dengan demikian, kesan semakin permisifnya masyarakat juga tercermin pada isi media yang beredar. Sementara mas, eemaja yang merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. ditandai beberapa ciri. Pertama, keinginan memenuhi dan menyatakan identitas diri. Kedua. kemampuan melepas diri dari ketergantungan orang tua. Ketiga, kebutuhan memperoleh akseptabilitas di tengah sesama remaja.
Ciri-ciri ini menyebabkan kecenderungan remaja melahap begitu saja arus informasi yang serasi.dengan selera dan keinginan mereka. Zulkarimen juga mengamati, para tetua yang tadinya berfungsi sebagai penapis informasi atau pemberi rekomendasi terhadap pesan-pesan yang diterima kini tidak berfungsi sebagai sediakala.
PERLU DIKEMBANGKAN
Arif Gosita SH yang berbicara mengenai kecenderungan-kecenderungan relasi orang tua dan remaja (KROR) menyatakan KROR positif merupakan faktor pendukung hubungan orang tua dan remaja yang edukatif. Sedang yang negatif merupakan faktor yang tidak mendukung Karena bersifat destruktif dan konfrontatif.
Mengembangkan KROR yang positif, menurut Arif Gosita bukan hal yang mudah Karena barns menghadapi KROR negatif yang terus berkembang, akibat situasi dan kondisi tertentu misalnya perubahan sosial.
Sementara itu Suwarniayati Sartomo berpendapat, remaja sebagai individu dan masa pancaroba mempunyai penilaian yang belum mendalam terhadap norma, etika dan agama seperti halnya orang dewasa. Dari penelitian yang dilakukan diketahui, pada umumnya responden merasa tidak sepenuhnya bertanggung jawab terhadap masalah kenakalan remaja.
Mereka menganggap tanggung jawab mengenai masalah kenakalan remaja sepenuhnya berada di pihak yang berwajib.
Sedangkan Kakanwil Depdikbud DKI Jakarta Drs. E. Coldenhoff melihat pengembangan sekolah sebagai masyarakat, perlu ditangani secara konprenhensif dan terpadu. la juga berpendapat, jalur kurikuler dan ekstrakurikuler pada hakikatnya sating menunjang dalam pembentukan kepribadian dan pengarahan pada remaja.

2. PEMUDA DAN IDENTITAS

Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam­macam harapan, terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti Karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang barns mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan secara terns menerus.
Lebih menarik lagi pada generasi ini mempunyai permasalahan­permasalahan yang sangat bervariasi, di mana jika permasalahan ini tidak dapat diatasi secara proporsional maka pemuda akan kehilangan fungsinya sebagai penerus pembangunan.
Disamping menghadapi berbagai permasalahan, pemuda memiliki potensi­potensi yang melekat pada dirinya dan sangat penting artinya sebagai sumber daya manusia. Oleh Karena itu berbagai potensi positif yang dimiliki generasi muda ini barns digarap, dalam arti pengembangan dan pembinaannya hendaknya barns sesuai dengan asas, arah, dan tujuan pengembangan dan pembinaan generasi muda di dalam jalur-jalur pembinaan yang tepat serta senantiasa bertumpu pada strategi pencapaian tujuan nasional sebagaimana terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV.

a. Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda
Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 0323/U/1978 tanggal 28 Oktober 1978. Maksud dari Pola Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda adalah agar semua pihak yang turut serta dan berkepentingan dalam penanganannya benar-benar menggunakan sebagai pedoman sehingga pelaksanaannya dapat terarah, menyeluruh dan terpadu serta dapat mencapai sasaran dan tujuan. yang dimaksud.
Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda disusun berlandaskan :
I) Landasan idiil : Pancasila
2) Landasan konstitusional : Undang-Undang Dasar 1945 ,
3) Landasan strategis : Garis-garis Besar Haluan Negara
4) Landasan historis : Sumpah Pemuda Tahun 1928 dan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
5) Landasan normatif : Etika, tata nilai dan tradisi luhur yang hidup
dalam masyarakat.
Motivasi dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda bertumpu pada strategi pencapaian tujuan nasional, seperti telah terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
b. Masalah dan Potensi Generasi Muda

1) Permasalahan Generasi Mada.
Berbagai permasalahan generasi muda yang muncul pads saat ini antara lain :
a) Dirasa menurunnya jiwa idealisme, patriotisme dan nasionalisme di
kalangan masyarakat termasuk generasi muda.
b) Kekurang pastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa
depannya.
c) Belum seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas
pendidikan yang tersedia, baik yang formal maupun non formal. Tingginya jumlah putus sekolah yang diakibatkan oleh berbagai sebab yang bukan hanya merugikan generasi muda sendiri, tetapi jugs merugikan seluruh bangsa.
d) Kurangnya lapangan kerja/kesempatan kerja serta tingginya tingkat
pengangguran/setengah pengangguran di kalangan generasi muda dan mengakibatkan berkurangnya produktivitas nasional dan memperlambat kecepatan laju perkembangan pembangunan nasional serta dapat menimbulkan berbagai problem sosial lainnya.

2) Potensi-potensi Generasi Muda/Pemuda


 
Potensi-potensi yang terdapat pada generasi muda perlu dikembangkan
adalah :
a) Idealisme dan daya kritis.
Secara sosiologis generasi muda belum mapan dalam tatanan yang ada, maka ia dapat melihat kekurangan-kekurangan dalam tatanan dan secara
wajar mampu mencari gagasan baru.
Pengejawantahan idealisme dan daya kritis perlu untuk senantiasa dilengkapi dengan landasan rasa tanggung jawab yang seimbang.

b) Dinamika dan kreatifitas.
Adanya idealisme pada generasi muda, maka generasi muda memiliki potensi kedinamisan dan kreatifitas yakni kemampuan dan kesediaan untuk mengadakan pef ubahan, pembaharuan dan penyempurnaan kekurangan­kekurangan yang ada atau pun mengemukakan gagasan-gagasan/alternatif yang barn sama sekali.

c) Keberanian mengambil resiko.


Perubahan dan pembaharuan termasuk pembangunan, mengandung resiko dapat meleset, terhambat atau gagal. Namun mengambil resiko itu adalah perlu jika kemajuan ingin diperoleh.
Generasi muda dapat dilibatkan pada usaha-usaha yang mengandung resiko, kesiapan pengetahuan, perhitungandan keterampilandari generasi muda akan memberi kualitas yang baik kepada keberanian mengambil resiko.

d) Optimis dan kegairahan semangat.
Kegagalan tidak menyebabkan generasi muda patah semangat. Optimisme dan kegairahan semangat yang dimiliki generasi muda akan merupakan daya pendorong untuk mencoba maju lagi.

e) Sikap kemandirian dan disiplin murni.
Generasi muda memiliki keinginan untuk selalu mandiridalam sikapdan tindakannya. Sikap kemandirian itu perlu dilengkapi dengan kesadaran disiplin murni pada dirinya, agar dengan demikian mereka dapat menyadari batas-batas yang wajar dan memiliki tenggang rasa.

f) Terdidik
Walaupun dengan memperhitungkan faktor putus sekolah, secara menyeluruh baik dalam arti kuantitatif maupun dalam arti kualitatif generasi muda secara relatif lebih terpelajar Karena lebih terbukanya kesempatan belajar dari generasi-generasi pendahulunya.

g) Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan.
Keanekaragaman generasi muda merupakan cermindari keanekaragaman masyarakat kita. Keanekaragaman tersebut dapat merupakan hambatan jika hal itu dihayati secara sempit dan ekslusif.
Tapi keanekaragaman masyarakat Indonesia dapat merupakan potensi dinamis dan kreatif jika keanekaragaman itu ditempatkan dalam rangka integrasi nasional yang didasarkan alas semangat dan jiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 serta kesamaan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Sehinggadengandemikian merupakan somber yang kaya untuk kemajuan bangsa itu sendiri. Untuk itu generasi muda perlu didorong untuk menampilkan potensinya yang terbaik dan diberi peran yang jelas serta bertanggung jawab dalam menunjang pembangunan nasional.

h) Patriotisme dan nasionalisme.

 
Pemupukan rasa kebanggaan
. kecintaan dan turut serta memiliki bangsa dan negara di kalangan generasi muda perlu lebih digalakkan, pada gilirannya akan mempertebal semangat pengabdian dan kesiapannya untuk membela dan mempertahankan bangsa dan negara dari segala bentuk ancaman. Dengan tekad dan semangat ini generasi muda perlu dilibatkan dalam setiap usaha dan pemantapan ketahanan dan pertahanan nasional.

i) Sikap kesatria.
Kemurnian idealisme, keberanian, semangat pengabdian dan pengorbanan serta rasa tanggung jawab sosial yang tinggi adalah unsur-unsur yang perlu dipupuk dan dikembangkan terns menjadi sikap kesatria di kalangan generasi muda Indonesia sebagai pembela dan penegak kebenaran dan keadilan bagi masyarakat dan bangsa.

j) Kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi.
Generasi muda dapat berperan secara berdaya guna dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi bila secara fungsional dapat dikembangkan sebagai transf ormator dan dinamisator terhadap
lingkungannya yang lebih terbelakang dalam ilmu dan pendidikan serta penerapan teknologi, baik yang maju, madya maupun yang sederhana.

Sosialisasi adalah proses yang membatu individu melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Proses sosia lisasi sebenarnya berawal dari dalam keluarga.


Tujuan pokok sosialisasi adalah :
I ) Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan
bagi kehidnpan kelak di masyarakat.
2) Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampnannya.
3) Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipela jari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
4) Bertingkah laku selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan masyarakat
umumnya.
Faktor lingkungan bagi pemuda dalam proses sosialisasi memegang peranan penting, Karena dalam proses sosialisasi pemuda terns berlanjut dengan segala daya imitasi dan identitasnya. Pengalaman demi pengalaman akan diperoleh pemuda dari lingkungan sekelilingnya. Lebih-lebih pada masa peralihan dari masa muda menjelang dewasa, di mana sering terjadi konflik nilai, wadah pembinaan barns bersifat fleksibel, mampu dan mengerti dalam membina pemuda barns mematikan jiwa mudanya yang penuh dengan fasilitas hidup.

3. PERGURUAN DAN PENDIDIKAN.

A. MENGEMBANGKAN POTENSI GENERASI MUDA
Jika pada abad ke 20 ini Planet Bumi dihuni oleh mayoritas penduduk berusia muda, dengan perkiraan berusia 17 tahunan, lento akan menimbulkan beberapa pertanyaan. Dua di antara deretan pertanyaan yang muncul adalah: Apakah generasi muda itu telah mendapat kesempatan mengenyam dunia pendidikan dan keterampilan sebagai modal utama bagi insan pembangunan? Sampai di mana penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal berperan bagi pembangnnan, terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang?
Pada kenyataannya negara-negara sedang berkembang masih banyak mendapat kesulitan untuk penyelenggaraan pengembangan tenaga usia muda melalui pendidikan. Sehubungan dengan itu negara-negara sedang berkembang merasakan selalu kekurangan tenaga terampil dalam mengisi lowongan­lowongan pekerjaan tertentu yang meminta tenaga kerja dengan keterampilan khusus. Kekurangan tenaga terampil itu terasa manakala negara-negara sedang berkembang merencanakan dan berambisi untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber-sumber alam yang mereka miliki. Misalnya dalam eksplorasi dan eksploitasi sektor pertambangan, baik yang berlokasi di darat maupun yang ada di lepas pantai.

Hal yang sama jugadirasakan manakala negara-negara sedang berkembang hernial untuk melaksanakan program-program industrialisasi yang menuntut tenaga-tenaga terampil berkualitas tinggi.

B. PENDIDIKAN DAN PERGURUAN TINGGI.

Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa kualitas sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses pembangunan. Hal ini Karena manusia bukan semata-mats menjadi obyek pembangunan, tetapi sekaligus juga merupakan subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka setiap orang barns terlibat secara aktif dalam proses pembangunan; sedangkan sebagai obyek, maka basil pembangunan tersebut  harus bisa dinikmati oleh setiap orang. 
Disinilah terletak arti penting dart pendidikan sebagai upaya untuk terciptanya kualitas sumber daya manusia, sebagai prasarat utama dalam pembangunan. Suatu bangsa akan berhasil dalam pembangunannya secara ‘self propelling' dan tumbuh menjadi bangsa yang maju apabila telah berhasil memenuhi minimum jumlah dan mutu (termasuk relevansi dengan pembangunan) dalam pendidikan penduduknya. Modernisasi Jepang agaknya merupakan contoh prototipe dalam hubungan ini.
Indonesia demikian pula menghadapi kenyataan untuk melakukan usaha keras " mencerdaskan kehidupan bangsa" . Dewasa ini sudah sekitar 80% dari usia Sekolah Dasar (6-12) tahun dapat ditampung oleh fasiltias pendidikan dasar yang ada. Persentase jumlah penduduk yang masih buts huruf diperkirakan sebagai 40%.
Tetapi masalah pendidikan bukan saja masalah pendidikan formal, tetapi pendidikan membentuk manusia-manusia membangun. Dan untuk itu diperlukan kebijaksanaan terarah dan ,terpadu di dalam menangani masalah pendidikan ini. Rendahnya produktivitas rata-rata penduduk, banyaknya jumlah pencari kerja, " Under utilized population" , kurangnya semangat kewiraswastaan, merupakan hal-hal yang memerlukan perhatian yang sungguh­sungguh.
Sebab hal itu semua akan berarti belum terlepasnya Indonesia dari belenggu keterbelakangan dan kemiskinan sebagaimana diharapkan pendidikan yang dapat mengembangkan semangat `.inner will peningkatan kemampuan diri dan bangsa" yang terpencar dalam pembangunan pendidikan mental, intelektuan dan profesional bagi seluruh penduduk dan pemuda Indonesia
Sebagai satu bangsa yang menetapkan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan negara Indonesia, maka pendidikan nasional yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan dengan tujuan menurut Pancasila. Dalam implementasinya, pendidikan tersebut diarahkan menjadi pendidikan pembangunan. Salli pendidikan yang akan membina ketahanan hidup bangsa, baik secara fisik maupun secara ideologis dan mental. Melalui pendidikan itu diharapkan bangsa Indonesia akan mampu membebaskan diri dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan. melalui suatu alternatif pembangunan yang lebih balk, serta menghargai kemajuan yang antara lain bercirikan perubahan yang berkesinambungan.
Untuk itu maka diperlukan adanya perubahan-perubahan secara mendasar dan mendalam yang menyangkut persepsi, konsepsi serta norma-norma kependidikan dalam kaitannya dengan cita-cita bermasyarakat Pancasila. Dalam hal ini kiranya pemerintah telah cukup berhasil dalam menegakkan landasan­landasan ideal serta landasan koseptual terhadap pembaharuan pendidikan menuju sistem pendidikan nasional yang tepat arah dan tepatguna.
Bila dibandingkan dengan sektor-sektor pembangunan lainnya, sektor pendidikan termasuk sektor yang cukup pesat kemajuannya; kalau tidak dalam aspek kualitatif, sedikitnya dalam aspek kuantitatif, sektor tersebut telah mencapai basil yang dapat dibanggakan. Pada saat ini bukan saja jumlah para remaja yang dapat ditampung dalam pendidikan formal melonjak tinggi, tetapi juga semakin besar jumlah dari mereka yang berkesempatan mendapatkan pendidikan non formal dengan berbagai keahlian dan keterampilan. Tidak berlebihan kiranya apabila prestasi keseluruhan ini dinilai sebagai suatu permulaan yang akan merupakan pra kondisi yang subur menuju terciptanya satu masyarakat belajar secara menyeluruhan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar